Jumat, 04 Maret 2011

Masalah Sistem Pencernaan pada Kehamilan




A.    Gastritis

a.    Definisi

Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung (cuningham,2005). Sedangkan, Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster (Sujono Hadi, 1999).

b.    Etiologi

     Gastritis dapat disebabkan oleh terlalu banyak minum alkohol, penggunaan obat-obat anti peradangan nonsteroid jangka panjang (NSAIDs) seperti aspirin atau ibuprofen, atau infeksi bakteri-bakteri seperti Helicobacter pylori (H. pylori). Kadangkala gastritis berkembang setelah operasi utama, luka trauma, luka-luka bakar, atau infeksi-infeksi berat. Penyakit-penyakit tertentu, seperti pernicious anemia, kelainan-kelainan autoimun, dan mengalirnya kembali asam yang kronis, dapat juga menyebabkan gastritis.

c.    Faktor predisposisi

          Faktor predisposisi adalah bahan-bahan kimia, merokok, kafein, steroid, obat analgetik, anti inflamasi, cuka atau lada.

d.    Klasifikasi

Gastritis dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

1.  Gastritis akut

          Gastritis akut merupakan iritasi mukosa lambung yang sering diakibatkan karena diet yang tidak teratur. Dimana individu makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab. Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan biasanya jinak dan dapat sembuh dengan sendirinya, merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritasi lokal.

2.    Gastritis Kronik

          Merupakan iritasi lambung yang dapat disebakan oleh ulcus benigna atau maligna dari lambung atau lebih helicobacter pylori.

e.    Patofisiologi

     Mekanisme kerusakan mukosa pada gastritis diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara faktor-faktor pencernaan, seperti asam lambung dan pepsin dengan produksi mukous, bikarbonat dan aliran darah.

f.     Tanda dan gejala

       Nyeri epigastrium yang tidak hebat, nyeri tekan pada epigastrium, mual, muntah anoreksia, muntah darah bila berat.

g.    Komplikasi

1.    Gastritis akut

Perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik.

2.    Gastritis kronik

Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, dan anemia karena gangguan absorpsi vitamin B12.

h.    Efek pada kehamilan

Wanita hamil dengan gastritis mungkin lebih rentan terhadap mual dan muntah. Muntah dan akan menghalangi ibu dan  bayi untuk mendapatkan asupan nutrisi yang cukup. Jika ibu tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup, maka akan berpengaruh pada janin. Misalnya kemungkinan janin mengalami BBLR.

i.      Penanganan


1.    Melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik sesuai keluhan yang dirasakan oleh ibu

2.    Pengobatan gastritis antara lain meliputi :

1)    Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2)    Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat   dijumpai.
3)    Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yanglain. (Soeparman, 1999)

B.    Appendiksitis

a.    Definisi

            Apendiksitis adalah kondisi yang ditandai oleh peradangan dari apendiks.

b.    Etiologi

            Penyebabnya hampir selalu akibat obstruksi lumen appendix oleh apendikolit, fekalomas (tinja yang mengeras), parasit (biasanya cacing ascaris), benda asing, karsinoid, jaringan parut, mukus, dan lain-lain.


c.    Patofisiologi

         Oklusi lumen appendiks mencegah sekresi mukosa menjadi kering. Sebagian sekresi menumpuk, tekanan intraluminal meningkat dan mempengaruhi aliran darah mukosa yang menyebabkan hipoksia. The iskemia mukosa dapat berkembang menjadi ulkus, yang memberikan jalan masuk untuk invasi bakteri. Invasi bakteri memicu respon inflamasi akut, dengan edema mukosa yang meningkat, edema tersebut akan menyebabkan obstruksi selanjutnya mengganggu aliran darah. Karena arteri appendiks merupakan akhir percabangan dari arteri ileocolic. Hal itu sangat rentan terhadap oklusi dari tekanan intraluminal meningkat. Sumbatan biasanya menyebabkan nekrosis dan perforasi usus buntu.

d.    Tanda dan Gejala

1.    Nyeri dibagian abdomen kanan bawah menuju ke tengah
2.    Anoreksia, rasa tidak enak, konstipasi, kadang kadang disertai diare, dan mual muntah
3.    Tergantung pada lokasi appendix, gejala lain yang dapat terjadi adalah :
a.    Apendiks yang berdekatan dengan kandung kemih akan terasa nyeri saat buang air kecil dan menjadi lebih sering untuk berkemih
b.    Retrocecal atau panggul terasa  nyeri perut dalam panggul atau pada pemeriksaan dubur
4.    Suhu normal atau sedikit tinggi (37,2° sampai 38° C ; 99° sampai 100°F) namun 25% afebris
5.    Takikardia juga menyertai suhu yang meninggi
6.    Pyuria
7.    Berkurang atau bahkan tidak ada suara bising usus
8.    Tanda – tanda perforasi :
a.    peningkatan rasa sakit, kelembutan, kejang diikuti dengan adanya peritonitis umum atau lokal
b.    peningkatan suhu,rasa tidak enak, takikardi
c.    diagnosis usus buntu dibuat dengan berkurangnya peristaltis dan berkurangnya kompresibilitas usus buntu (Witlin & Sibai, 1996).

e.    Efek pada Kehamilan

         Laparoskopi operasi dapat dilakukan dengan aman selama kehamilan, tetapi kemungkinan komplikasi, seperti cedera rahim, kesulitan selama prosedur, peningkatan tekanan intra-abdomen dan penyerapan CO2 oleh janin dan ibu harus dipertimbangkan serius walau efek dari penyerapan tersebut masih belum jelas, namun Dalam studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal masyarakat Amerika anestesi 2004, penulis menyimpulkan bahwa pneumoperitoneum CO2 menghasilkan asidosis pernafasan, tetapi tidak menurunkan oksigenasi janin, sebaliknya temuan menunjukkan bahwa pada janin prematur, insuflasi diinduksi hypercapnia dan asidosis disertai dengan janin hipoksia berkepanjangan dan depresi kardiovaskular.

f.     Penatalaksanaan


1.    Penanganan awal

a)    Konsultasi

1)   Konsul dengan dokter untuk diagnosis
2)   Mengacu wanita untuk ahli bedah dalam kasus-kasus yang dicurigai apendisitis

b)    Pendidikan pada pasien

1)   Menjelaskan proses terjadinya penyakit, kemajuan dan rencana perawatan
2)   Memberi nasihat pada pasien mengenai kemungkinan operasi jika diagnosis usus buntu telah ditetapkan
3)   Mengajarkan pasien tentang tanda dan gejala persalinan prematur

c)    Manajement perawatan

1)    dalam kehamilan,  dugaan usus buntu adalah diagnosis untuk dilakukannya laparotomi (witlin & sibai, 1996)
2)    selama observasi, pasien harus istirahat dan diberikan apapun melalui mulut. Tidak ada obat pencahar atau narkotika harus diresepkan, ini akan mengganggu penilaian untuk pengembangan penyakit
3)    merujuk klien kepada dokter bedah segera setelah kecurigaan yang kuat atau diagnosis usus buntu dibuat
4)    melakukan pengawasan pada janin pada kehamilan sebelum dan setelah dilakukan operasi, namun atas indikasi

2.    Penanganan lanjut

a.       Tindak lanjut atas indikasi dari dokter bedah
b.      melakukan pengujian pengawasan pada janin dan pemantauan aktivitas rahim, seperti ditunjukkan untuk kecurigaan diagnosis dan ketika ada kecurigaan usus buntu

C.    Wasir (Hemoroid)

a.    Definisi

          Hemoroid (Wasir) adalah pembengkakan jaringan yang mengandung pembuluh balik (vena) dan terletak di dinding rektum dan anus. Hemoroid bisa mengalami peradangan, menyebabkan terbentuknya bekuan darah (trombus), perdarahan atau akan membesar dan menonjol keluar. Wasir yang tetap berada di anus disebut hemoroid interna (wasir dalam) dan wasir yang keluar dari anus disebut hemoroid eksterna (wasir luar).

b.    Etiologi

          Wasir bisa terjadi karena peregangan berulang selama buang air besar, dan sembelit (kesulitan buang air besar, konstipasi) bisa membuat peregangannya bertambah buruk.  Penyakit hati menyebabkan kenaikan tekanan darah pada vena portal dan kadang-kadang menyebabkan terbentuknya wasir.


c.    Faktor Predisposisi

Dalam kehamilan dapat terjadi pelebaran vena hemoroidalis interna dan pleksus hemoroidalis eksterna, karena terdapatnya konstipasi dan pembesaran uterus. Hemoroid ini lebih nyata dan dapat menonjol keluar anus. Wasir yang kecil kadang – kadang tidak menimbulkan komplikasi hebat yaitu rasa nyeri serta perdarahan pada saat buang air besar, serta sesuatu yang keluar dari anus. (Sarwono,2007)

d.    Klasifikasi

Hemoroid dibedakan menjadi dua yaitu :

1.    Hemoroid Intern adalah Vena yang berdilatasi pada pleksus vena hemoroidalis superior dan media atau hemoroid yang terjadi atas sfingter anal. Hemaroid intern ini dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :

1)    Tingkat I           : varises satu atau lebih V. hemoroidales interna dengan gejala perdarahan berwarna merah segar pada saat buang air besar.
2)    Tingkat II           : varises dari satu atau lebih v. hemoroidales interna yang keluar dari dubur pada saat defekasi tetapi masih dapat kembali dengan sendirinya.
3)    Tingkat III          : seperti tingkat II tetapi tidak dapat masuk spontan, harus didorong kembali.
4)    TingkatIV           : telah terjadi inkarserasi

2.    Hemaroid ektern yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus. Hemoroid inferior terdapat disebelah distal garis mukokutan didalam jaringan dibawah epitel anus atau hemaroid yang muncul di luar sfingter anus.

e.    Patofisiologi

         Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis.

Hemorrhoid interna:

         Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius. Selain itu Sistem vena portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.

Hemorrid eksterna:

         Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri. Bentuk ini sering nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.


f.     Tanda dan gejala

Adanya keluhan rasa perih di daerah anus, perdarahan, serta pada pengamatan ditemukan vena yang membengkak di anus atau di rectum. Pada hemoroid interna dan eksterna yang tidak menimbulkan keluhan, tidak perlu diberi pengobatan, dan setelah melahirkan hemoroid tersebut akan mengecil sendirinya.

g.    Komplikasi

Komplikasi dari hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis, dan strangulasi. Hemoroid yang mengalami strangulasi adalah hemoroid yang mengalami prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. Keadaan trombosis dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit yang menutupinya.
h.    Efek pada kehamilan

          Sebenarnya wasir tidak terlalu membahayakan, baik bagi ibu hamil maupun bagi janinnya. Meskipun sering keluar darah dari duburnya namun tak akan menularkan penyakit kepada janin, karena wasir sama sekali tidak berhubungan langsung dengan janin yang keluar melalui vagina. Ibu akan mengalami ketidaknyamanan sehingga aktivitasnya sehari-hari menjadi terganggu dan ia tidak menjalani kehamilannya dengan nyaman akibat perih yang ia rasakan. Bahaya wasir pada wanita hamil adalah timbulnya pendarahan yang bisa mengakibatkan anemia. Tetapi wasir bukan penghalang bagi ibu hamil yang ingin melahirkan normal meskipun wasir yang ia derita berada pada grade 3. Jika memang nantinya harus digunting, maka saat pengguntingan bisa diatur arahnya. Misalnya tidak menggunting ke arah anus tetapi ke sampingnya. Jika menggunting ke arah anus dikhawatirkan akan terjadi pendarahan.

i.      Penatalaksanaan

1.    Pencegahan

a)    Hindari mengejan terlalu keras saat buang air besar.
b)    Lakukan aktivitas buang air besar secara rutin. Misalnya sekali sehari.
c)    Yang paling aman adalah buang air besar dengan WC jongkok, karena dengan berjongkok tidak terjadi hambatan pembuluh darah. Sebaliknya pada saat duduk, ada hambatan pembuluh darah di wilayah anus. Namun hal ini masih harus diteliti lebih lanjut.
d)    Berolahraga-lah secara teratur.
e)    Perbanyak makanan yang kaya akan serat. Konsumsi serat yang dianjurkan adalah sekitar 30 ­ 35 gram per hari. Bahan makanan yang kaya akan serat adalah sereal, beras tumbuk, beras merah, ketan hitam, gandum, jagung, singkong, sayuran hijau atau agar-agar.
f)    Banyak minum air, paling sedikit 2 liter atau 8 gelas per hari.
g)    Harus diwaspadai pula, wasir sering kambuh walau sudah dilakukan pengobatan. Maka, mencegah lebih baik daripada mengobati.


D.   Thypus Abdominalis

a.    Definisi

        Tifus Abdominalis (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985). Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. (Markum, 1991).

b.    Etiologi

        Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

c.    Faktor predisposisi

            Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.

d.    Patofisiologi

        Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe. Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).

e.    Tanda dan gejala

Masa inkubasi rata-rata 2 minggu gejalanya: cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, dan nyeri seluruh badan. Demam berangsur-angsur naik selama minggu pertama. Demam terjadi terutama pada sore dan malam hari (febris remitten). Pada minggu 2 dan 3 demam terus menerus tinggi (febris kontinue) dan kemudian turun berangsur-angsur.
Gangguan gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor-berselaput putih dan pinggirnya hiperemis, perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan, bradikardi relatif, kenaikan denyut nadi tidak sesuai dengan kenaikan suhu badan (Junadi, 1982).

f.     Komplikasi

1.     Pada usus halus:

1)    Perdarahan usus. Hanya sedikit ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, terjadi melena, dapat disertai nyeri perut.
2)    Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.
3)    Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.

2.     Di luar usus

Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterinya) yaitu meningitis, kolesistisis, enselovati, dll

g.    Efek pada kehamilan, persalinan dan nifas

1.    Pada Kehamilan
          Penyakit ini lebih mungkin di jumpai selama Epidemi atau pada mereka yang terinfeksi oleh virus Imunodefisiensi manusia (HIV). Pada tahun 1990 di laporkan bahwa demam tifoid antepartum dahulu menyebabkan abortus hampir 80% / kasus, dengan angka kematian janin 60%, dan angka kematian ibu 25%. Penyakit Typhus Abdominalis ini masuknya ke bagian infeksi dari bakteri salmonella dan shigella. Berpengaruh terhadap kehamilan karna bisa menyebabkan kematian janin.
2.    Pada Persalinan
          Penyakit ini dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang terinfeksi oleh bakteri Salmonella typhosa. Kuman ini masuk melalui mulut terus ke  lambung lalu ke usus halus. Di usus halus, bakteri ini memperbanyak diri lalu dilepaskan kedalam darah, akibatnya terjadi panas tinggi. Sehingga dapat berpengaruh pada janin kemungkinan bisa gawat janin.
3.    Pada Nifas
          Penyakit ini di tularkan melalui makan dan dampaknya bisa ke ibu dan bayi , dari ibunya sendiri bisa tertular lewat makanan yang sudah tercemar dan gejalanya meliputi: diare, nyeri abdomen, mual dan muntah, pada ibu yang  mempunyai penyakit ini bisa juga menular pada bayinya lewat ASI ibu dan mengakibatkan demam yang tinggi bila tidak di tindak lanjuti akan mengakibatkan kematian pada ibu dan bayinya.

h.    Penatalaksanaan


1.       Perawatan

a.  Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.

b.  Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan - perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.


2.       Diet

a.  Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.

b.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.

Daftar Pustaka


1.    Cunningham, F. Gary, 2005, Obstetric Wiliams, Edisi 21, EGC : Jakarta
2.    Doughty, B. Dorothy, 1993, Gastrointestinal Disorders, Mosby’s clinical nursing series
3.    Mansjoer, Arif, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius : Jakarta
4.    Prawirahardjo S, 2007, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Penerbit : Yayasan Bina Pustaka, Jakarta
5.    Star L. Winifred, 1995, Ambulatory Obstetric Third, Edisi 3, USA : American Nurses Publishing.
6.    Dikutip pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 13.12 wib http://www.scribd.com/doc/14051235/Gastritis
7.    Dikutip pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 11.21 wib file:///D:/PENTING%20!/SEMESTER%20IV/ASKEB%20IV%20%28PATOLOGI%29/Gastritis.htm
8.    Dikutip pada tanggal 20 Febuari 2011 pukul 14.10


Tidak ada komentar:

Posting Komentar